Keputusan NU Mengelola Tambang Dianggap Jalan yang Keliru
Jakarta (Greeners) – Presiden Joko Widodo memberikan peluang ke organisasi bungkusyarakatan (organisasi masyarakat) keagamaan untuk mengurus tambang. Nahdlatul Ulama (NU) siap jalankan penawaran itu. Tetapi, tanggapan itu dipandang seperti keputusan salah sebab bisa meluaskan kerusakan lingkungan.
Salah satunya Nahdliyin atau Anggota NU, Ahmad Rahma Wardhana menjelaskan jika keputusan itu jadi berita yang menyebalkan karena tidak sesuai konsep NU.
“Di zaman peralihan energi seperti saat ini, pasti saya tidak setuju dengan keputusan ini karena usaha tambang batu bara bukan pilihan yang bagus untuk digerakkan. Ada pilihan yang lebih bagus seperti menggerakkan peralihan energi terbarukan, salah satunya PLTS. Walau sebenarnya, ada pilihan yang lebih baik, tetapi justru ke tambang. Ya, saya sedih sama ini,” ungkapkan Ahmad melalui ikatan teleponnya ke Greeners, Senin (3/6).
BACA JUGA: Walhi Paparkan Tanda-tanda Korupsi 12 Perusahaan Batu Bara di Sawahlunto
Menurut Ahmad, saat ini batu bara memanglah belum bisa dijauhi seutuhnya. Tetapi, tidak berarti NU turut menggerakkan klik here energi kotor itu. Seharusnya, NU sebagai organisasi masyarakat keagamaan memiliki pola pikir usaha lebih lestari dan tidak menghancurkan alam.
“Karena banyak bukti ilmiah yang memperlihatkan jika batu bara ialah kontribusi emisi gas rumah kaca, ini termasuk yang disetujui oleh Intergovernmental Panel on Climate Change. Nach, tersebut mengapa kami sedih dengan keputusan ini,” tambah Ahmad yang sekalian sebagai Periset Pusat Studi Energi Kampus Gadjah Mada.
Berangkat Belakang dengan Keputusan NU
Disamping itu, NU memiliki fatwa dalam Keputusan Kongres NU ke-29 tahun 1994. Fatwa itu menjelaskan jika mencemari lingkungan, baik udara, air, dan tanah jika memunculkan dharar karena itu hukumnya haram dan termasuk perlakuan kriminil (jinayat).
Dalam fatwa itu tercatat, jika ada kerusakan lingkungan, karena itu wajib ditukar oleh pencemar dan memberikan hukuman yang menjerakan pada pencemar. Apalagi, saat ini NU memiliki Instansi Pengendalian Musibah dan Peralihan Cuaca Nahdlatul Ulama (LPBI NU). Instansi yang NU buat itu mengisyaratkan jika NU akan berperan saat memitigasi musibah dan peralihan cuaca.
Pada kerangka energi, Keputusan Kongres NU ke-29 itu sudah diperkokoh oleh fatwa Instansi Bahtsul Masail PBNU pada tahun 2017. Fatwa itu sudah keluar pada buku “Fikih Energi Terbarukan – Pandangan dan Tanggapan Islam atas PLTS”. Salah satunya ringkasan buku ini ialah supaya seluruh pihak mengutamakan energi terbarukan, bukan energi fosil.
Dengan begitu, Ahmad juga memperjelas jika beberapa intern NU sangat perlu membahas kembali keputusan itu. Karena, keputusan NU yang memberikan dukungan usaha tambang ini bertolak-belakang dengan beberapa prinsip NU.
BACA JUGA: Greenpeace Launching Kerusakan Lingkungan Karena Tambang di Kalimantan Timur
“Sebetulnya sesuatu konsep untuk orang NU itu seperti tangan kanan memberikan dukungan lingkungan, tapi rupanya tangan kirinya itu memberikan dukungan tambang yang terang dapat berperan pada peralihan cuaca dan menghancurkan lingkungan,” tegas Ahmad.
Walau sebenarnya, usaha pertambangan sangat kuat hubungannya dengan peralihan cuaca. Tetapi, sayang, rumor mengenai peralihan cuaca masih susah semuanya orang ketahui. Beberapa pada mereka belum mengetahui ada imbas yang sangat besar dari peralihan cuaca ini.
“Pada 5-10 tahun di depan, imbas kerusakan lingkungan namanya peralihan cuaca makin berasa. Hingga, salah satunya jalan keluarnya harus dikit demi sedikit melepas diri keterikatan batu bara, kami yang NU justru lain sendiri,” katanya.